Senin, 09 Juni 2014

~ROMANTIKA POLIGAMI~

MENJEMPUT TAKDIR

Disamping pergi menuntut ilmu ke majlis-majlis taklim, aku masih tak bosan-bosan mencari info kerja. Hanya saja sekarang mindset(pola pikir) aku berubah. Dulu minatku mengajar di sekolah internasional, tapi sekarang setelah hidayah menyapa dan penampilanku berubah, aku tak berminat lagi mencari lowongan di sekolah internasional walaupun yang bernafaskan islami. Menurutku sekolah-sekolah tersebut juga akan berpikir ulang untuk menerima aku yang berpakaian tidak seperti biasanya muslimah di kotaku. Mana ada guru sekolah internasional bergamis dan berjilbab panjang.


Januari 2012
Qodarullah di facebook ada yang mengiklankan bahwa lembaga kursusnya sedang mencari guru. Dia adalah ikhwan yang dulu memberiku jadwal pengajian. Tak membuang waktu aku tanya dia, dan dia memberiku saran untuk segera mengirimkan surat lamaran kerja. Aku ikuti saran dia dan alhamdulillah tak lama kemudian aku menjadi karyawan di lembaga kursus yang dia pimpin sebagai guru b.inggris. Sesuai dengan bidang keahlianku dan sesuai dengan manhaj salaf. Karena yang mempunyai lembaga ini dan beberapa orang karyawannya adalah ikhwan dan akhwat.

Hari-hariku mulai padat, pagi pergi kajian, siang sampai sore ngajar. Tapi semua kujalani dengan santai dan menikmati. Aku begitu yakin rasa lelahku akan melunturkan dosa-dosa di masa lalu, lelah yang disertai dzikir ini akan berbuah kebaikan, maka aku menikmatinya. Di tempat kerjaku juga aku sering berbincang dengan ikhwan akhwat di sana, aku banyak mendengar dan menyerap ilmu dari teman kerjaku.

Aku selalu bercerita ke anak-anakku setiap ada kesempatan dan menjelang tidur. Apa yang kudapat pagi hari dari ustadz aku transfer ke anak-anak supaya mereka juga sedikit paham apa yang mamahnya pelajari dan apa sebab mamah mereka berubah. Anak-anak sangat tertarik dan banyak bertanya. Dengan senang hati aku menyampaikan yang aku dapat dari ustadz, sekalian aku sambil mengulang kembali ilmu yang kudapat.
Sedikit demi sedikit Rinrin, Aiz dan Ayan memahami islam yang sebenarnya. Aiz malah ingin pindah sekolah ke Assunnah, tapi sayangnya tidak bisa karena sudah menjelang kelas 6. Ayan yang perjalanan pendidikannya masih panjang aku pikirkan kemampuan ngajinya. Dia belum pernah sekolah ngaji seperti kakak-kakaknya di kota yang dulu. Ayan sama sekali tidak tahu pelajaran agama, bahkan ngaji pun di rumah saja. Akhirnya aku bujuk dia untuk pindah sekolah. Aku mencoba daftarkan ke Assunnah, tapi tidak bisa karena penuh. Assunnah memberi saran untuk coba daftar ke sekolah salaf lain yaitu SDI Umar bin Al-Khattab.

Pada suatu hari Ahad, aku dan kakakku menghadiri sebuah tabligh akbar. Karena lokasinya asing dan jauh, kami ikut rombongan ummahat. Saat itu ustadznya berasal dari Bandung, sedangkan lokasi tabligh di Masjid Umar bin Al-Khattab. Ketika sampai di lokasi aku teringat pada saat aku dan Rinrin mencari lokasi karate. Ya, masjid kecil inilah yang dulu aku lalui, masjid yang sepi itu sekarang ramai oleh manusia.
Aku dan kakakku duduk di antara kerumunan ummahat berbaju gelap dan ada sebagian yang bercadar. Karena masjid dipenuhi ikhwan maka akhwat ditempatkan di ruangan kelas TK dan SD. Ternyata sekolah ini cukup besar, bisik hatiku. Saat kajian berlangsung, aku sekilas melihat-lihat kondisi ruangan yang sederhana. Ada beberapa orang ummahat yang menyebarkan brosur, ah aku yang sedang mencari sekolah salaf untuk Ayan mengambil kesempatan itu, kuminta sebuah brosur.

Dalam masa pembelajaran salaf dan penjelajahan mencari dan membaca artikel di internet, aku sempat berkenalan dengan seorang ikhwan yang berasal dari sebuah kota besar dekat ibukota. Ikhwan ini memberiku beberapa ilmu tentang manhaj salaf. Setelah beberapa waktu dia menawari aku untuk jadi istri keduanya. Aku berdasarkan ilmu yang dia miliki bersedia, asalkan dia bisa memberitahu istrinya dulu. Dan setelah dia berjanji akan memberitahu istrinya, kami menyusun rencana masa depan. Aku dengan status jandaku memang membutuhkan seorang pembimbing. Apalagi aku baru belajar manhaj salaf, dan dia sepertinya punya ilmu yang cukup baik. Penantian akan kabar ikhwan ini ternyata tidak sesuai dengan harapan. Istrinya tidak mau dipoligami bahkan marah-marah padaku. Aku diteror dengan sms dan telepon. Tapi alhamdulillah semua bisa kulalui. Ikhwan tersebut memintaku bersabar dan menunggu sambil dia mentarbiyah istrinya.

Tahun ajaran baru akan tiba. Setelah berdiskusi dengan anak-anak, kami menyetujui kalau Rinrin tetap di SMP tempat dia sekolah tapi kalau ada kesempatan dia mau ikut mamah ke pengajian. Aiz juga tetap di SD dekat rumah karena tanggung sudah terdaftar UN dari SD tersebut. Ayan mau pindah sekolah ke SDI Umar bin Al-Khattab.
Aku menyiapkan kepindahan Ayan. Ayan agak sedih karena untuk kedua kalinya dia akan berpisah dengan teman-temannya. Dulu sekali, sekarang yang kedua kali dia pindah sekolah. Tapi niatku agar dia belajar ilmu agama membuatku berusaha membujuk Ayan dengan lemah lembut. Akhirnya dia mau.

Sebelum ke SDI Umar bin Al-Khattab aku cari contact person di brosur yang dulu aku bawa. Aku sms ustadz di sana untuk beberapa hal yang ingin aku tanyakan. Nama ustadz tersebut Bahr. Setelah mendapatkan keterangan yang cukup aku dan Ayan berangkat. Sesampainya di sana rupanya sedang ada acara panggung perpisahan. Aku masuk ke area SD dan mencari kantor guru.
Di kantor guru, aku di sambut beberapa orang guru akhwat yang salah satunya ternyata teman mengajiku. Mereka para guru akhwat ini malah menyarankan supaya aku melamar untuk jadi guru b.inggris di sekolah itu. Aku senang sekali kalau bisa mengajar di sana, karena nantinya setiap hari akan bersama Ayan. Ya, hatiku penuh harap untuk bisa mengajar di SDI itu.

Juni 2012
Ayan sudah diterima di SDI Umar bin Al-Khattab dengan mudah. Aku juga menyiapkan surat lamaran dan beberapa berkas. Aku kirimkan langsung kesana, dan menunggu kabar selanjutnya sambil melanjutkan aktifitas sehari-hari. Pergi kajian dan mengajar di lembaga kursus Prima Omega.
Tak lama, sekitar tiga hari menunggu, aku dipanggil untuk tes dan wawancara. Bersamaku yang dites ada tiga orang calon guru ikhwan. Aku sedikit tegang menghadapi tes itu. Karena aku belum pernah mengajar di SDI. Aku khawatir ilmuku masih belum mencukupi.
Tes tertulis bisa aku lalui, entah jawabanku memuaskan atau memalukan aku tak perduli. Lalu tes berikutnya adalah tes baca qur'an. Masya Allah tegangnya lebih-lebih dari saat tes tertulis. Aku malu. Aku malu harus memperdengarkan suaraku di depan Ustadz Bahr yang saat itu akan mengujiku. Walaupun kami terpisah oleh hijab tapi tetap saja aku malu dan gugup. Apalagi bacaan qur'anku masih sangat seadanya.

Tes hari itu selesai. Aku kembali pulang dalam keadaan perasaan yang pasrah. Diterima atau tidak, layak atau tidaknya aku mengajar di sana kuserahkan sepenuhnya pada Allah. Aku hanya bisa berdzikir untuk menenangkan hatiku.

Hanya beberapa hari menunggu kabar, ada sms masuk dari ustadz Bahr bahwa surat hasil tes sudah bisa diambil. Dengan hati berdebar aku pergi menuju SDI Umar bin Al-Khattab. Tapi tak ada siapapun. Ku sms ustadz Bahr bahwa aku sudah di sekolah dan beliau memintaku menunggu. Tak lama kemudian beliau datang dan kami berbincang-bincang di kantor TK. Banyak yang kami perbincangkan, terutama tentang latar belakangku, dan kehidupan rumahtanggaku. Sesekali aku perhatikan ustadz ketika mengomentari ceritaku. Adem sekali melihat pembawaannya dan mendengar nasihatnya.
Tak mau berlama-lama aku pamit pulang dengan membawa surat kelulusan tes. Ya, aku lulus dan akan mengajar di SDI Umar bin Al-Khattab.

1 komentar:

  1. Masya Allah.. dicopas ya, spa tau bermanfa'at dan bisa jadi motifasi bagi yang lain. Nama2 yang ada disini ana ganti.

    BalasHapus