Minggu, 08 Juni 2014

~ROMANTIKA POLIGAMI~

MENJEMPUT HIDAYAH

Aku menjalani hari-hariku di kota asalku bersama anak-anak. Rinrin anak sulungku,perempuan, bisa masuk ke SMP yang cukup baik, dia didaftarkan di kelas 2. Aiz dan Ayan adik2nya,laki-laki, masuk ke SD negeri dekat rumah. Karena rumahku berada di tengah kota dan sangat ramai, aku yang mudah cemas akan keselamatan anak-anak, menyekolahkan mereka di sekolah yang tidak jauh dari rumah. Aiz di kelas 5, dan Ayan di kelas 1.



Agar perasaan mereka tidak terlalu sedih dan kehilangan kehidupan di masa lalu, aku berusaha melanjutkan kegiatan rutin mereka seperti di kota sebelumnya. Anak-anakku adalah atlet karate yang cukup berpotensi. Maka aku berusaha mencari tempat perguruan karate di kotaku. Kutanya-tanya dan kujelajahi beberapa tempat sesuai informasi dari sempay (pelatih) yang dulu.
Saat itu aku dan Rinrin sempat mencari sampai ke pinggiran kota. Ke sebuah SMP di wilayah kabupaten. Aku yang tidak terlalu mengenal seluk beluk kota asalku merasakan jarak yang sangat jauh untuk mencapai tempat itu. Turun dari angkutan kota kami berjalan menelusuri jalan kecil yang belum diaspal. Tak jauh dari jalan raya kami melihat ada sebuah masjid yang tidak terlalu besar. Di lingkungan masjid itu terdapat beberapa mainan TK, dindingnya juga penuh hiasan warna-warni. Tapi suasana di sana sepi sekali. Mungkin karena ketika kami melalui daerah itu hari sudah siang, selepas dhuhur. Hatiku berbisik, "Masjid yang sepi, TK nya juga sepi". Aku sempat membaca plang kecil di depan masjid itu, "Masjid Umar bin Al-Kaththab". Itu nama yang tertera di plang.

Aku dan Rinrin tak menghiraukan lagi masjid itu. Kami hanya tertarik sepintas lalu saja, dan kami melanjutkan pencarian.
Tak membuahkan hasil karena tak bisa menemui siapapun di SMP itu, kami kembali lagi ke kota, pulang dengan tangan kosong.
Hari berikutnya aku masih mencari tempat perguruan karate, pencarianku sampai ke kantor polres. Dari sana aku dapat info untuk datang ke GOR terbesar di kotaku. Aku mengikuti saran pak polisi itu, dan sejak saat itu anak-anakku bisa berlatih karate lagi. Walau tempatnya sangat jauh dan memakan biaya, tak apa aku terus menyemangati anak-anak, sampai mereka ikut kejuaraan-kejuaraan lagi seperti dulu. Anak-anakku, Rinrin,Aiz sangat senang. Ayan juga mulai tertarik untuk ikut latihan sesekali.


Aku bisa bernafas lega karena merasa anak-anakku sudah mulai stabil. Aku harus mulai menata diriku sendiri, mulai banyak membaca dan mencari-cari info kerja di internet.

Dari internet aku pertama kali mengenal hal yang asing dan baru, aku mulai mengenal yang namanya Manhaj Salaf. Aku rajin mengikuti sebuah grup yang penuh bacaan artikel dan tanya jawab di facebook. Aku banyak membaca artikel-artikel di sana dan menyimak tanya jawab dan dialog mereka. Di rumah, kakak perempuanku juga melakukan hal yang sama, bahkan dia sebetulnya yang lebih dulu mengenal manhaj ini. Dia yang memberitahu aku untuk mencoba masuk dan membaca di grup itu. Karena kesamaan kegiatan ini kami jadi sering berdiskusi tentang manhaj salaf, kami sangat tertarik untuk sesekali hadir di pengajian salaf, tapi dimanakah adanya pengajian itu di kota kami? Akhirnya aku mulai mencari teman facebook yang berasal dari kota yang sama dengan kami. Qodarullah aku bertanya pada seorang ikhwan. Dia memberiku jadwal-jadwal pengajian di beberapa lokasi di kota kami beserta alamat lengkapnya. Aku dan kakakku menelaah alamat-alamat tersebut dengan sedikit kebingungan, jauh-jauh sekali lokasinya, bahkan ada yang tidak kami kenali daerahnya.

Biidznillah, karena penasaran semangat kami menggebu untuk mendatangi tempat pengajian tersebut satu persatu. Pada jadwal itu tertera hari Rabu, Kamis, Jum'at, Sabtu dan Ahad. Lima hari dalam satu pekan aku dan kakakku keluar rumah pada jam pengajian tersebut, kami mencari dan mulai duduk menyimak ustadz memberikan materi.
Awalnya kami ragu dan malu-malu untuk masuk ke dalam masjid atau area pengajian. Kami tidak mengenal siapapun. Pakaian kami pun masih terasa canggung memakainya. Maklumlah, biasanya kami memakai celana panjang dan blouse, tapi ketika menghadiri pengajian kami memakai gamis dan jilbab panjang walau masih berwarna dan bercorak. Melakukan suatu hal baru memang sulit dan canggung pada permulaannya saja. Dengan basmalah kami kalahkan perasaan-perasaan tidak enak itu, kami lanjutkan penelusuran ke jadwal pengajian di hari berikutnya.

Dari jadwal pengajian yang aku dan kakakku hadiri, kami jadi bertambah semangat. Wawasan kami lebih terbuka, lebih mengenal pelosok kotaku, lebih mengenal islam secara murni dan keseluruhan, bertambah teman yang _insya Allah_shalihah. Dan jadwal serta lokasi pengajian bertambah. Hari Senin dan Selasa pun kami isi dengan menuntut ilmu.
Akhirnya selama 7hari dalam sepekan kami belajar dan menuntut ilmu di tempat-tempat pengajian dengan ustadz yang berbeda-beda. Materi pun berbeda setiap harinya. Dari sinilah kami seakan baru terbangun dari tidur panjang kami dalam kebodohan dan kemaksiatan dunia. Kami baru mengetahui dan menyadari bahwa kami tidak tahu apa-apa tentang islam, apa yang telah kami lakukan selama ini, seumur hidup kami sangat tidak ada apa-apanya, nol besar. Begitu sederhana, tanpa ilmu dan tanpa dalil. Laailaaha illallah. Semoga Allah mengampuni kejahilan kami.
Sejak pekan kedua aku dan kakak bertambah semangat menghadiri kajian, tidak ada kata membolos. Rasanya rugi sekali kalau kami tidak hadir satu hari saja di kajian. Dan alhamdulillah Allah selalu mencukupi rizqi kami, Allah mudahkan biaya perjalanan kami dalam menntut ilmu, juga dalam penyediaan pakaian kami yang otomatis kami rombak total. Tidak ada lagi celana panjang (jeans) juga kerudung segi empat yang super tipis. Semua kami ganti dengan gamis longgar dan jilbab panjang. Masya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar