Antara Menaati Orangtua dan Suami
Oleh: Asy-Syaikh Al-`Allâmah Muhammad Nâshiruddîn Al-Albânî
Pertanyaan:
Seorang wanita yang telah menikah dihadapkan pada dua perintah yang
berbeda. Kedua orang tuanya memerintahkan suatu perkara mubah, sementara
suaminya memerintahkan yang selainnya. Lantas yang mana yang harus
ditaatinya, kedua orang tua atau suaminya? Mohon disertakan dalilnya!
Jawab:
Asy-Syaikh Al-’Allamah Al-Muhaddits Abu Abdirrahman Muhammad
Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menjawab: “Ia turuti perintah
suaminya. Dalilnya adalah seorang wanita ketika masih di bawah perwalian
kedua orang tuanya (belum menikah) maka ia wajib menaati keduanya.
Namun tatkala ia menikah, yang berarti perwaliannya berpindah dari kedua
orang tuanya kepada sang suami, berpindah pula hak tersebut -yaitu hak
ketaatan- dari orang tua kepada suami. Perkaranya mau tidak mau harus
seperti ini, agar kehidupan sepasang suami istri menjadi baik dan
lurus/seimbang. Jika tidak demikian, misalnya ditetapkan yang
sebaliknya, si istri harus mendahulukan kedua orang tuanya, niscaya akan
terjadi kerusakan yang tidak diinginkan. Dalam hal ini ada sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا وَأَحْصَنَتْ
فَرْجَهَا دَخَلَتْ جَنَّةَ رَبِّهَا مِنْ أَبْوَابِهَا شَاءَتْ
“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, ia menaati
suaminya dan menjaga kemaluannya, niscaya ia akan masuk ke dalam surga
Rabbnya dari pintu mana saja yang ia inginkan.”1
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
(Al-Hawi min Fatawa Asy-Syaikh Al-Albani, hal. 448)
Footnote:
1 HR. Ibnu Hibban dalam Shahih-nya
Sumber: http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=394
ternyata hehehe..
BalasHapus