Rabu, 26 Juni 2013

# MENIT-MENIT DAN DETIK-DETIK TERAKHIR #

Nasihat terakhir al-Akh al-Faadhil al-Ustaadz Aneuk Ibnu Saini bin Muhammad Musa (25-04-1979 -- 25-06-2013) rahimahullah

Tema: Taat kepada Ulul Amri (Penguasa)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعود بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا. من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله. أما بعد

Ikhwatal Islam, kaum muslimin, pendengar radio Rodja dan tv Rodja yang saya cintai karena Allah subhanahu wa ta'ala.

Kalau kita tanya kepada sebagian besar kaum muslimin, tentang apakah kita boleh untuk keluar ke jalan, mengadakan demonstrasi dan unjuk rasa menentang kebijakan pemerintah muslim, pemerintah kaum muslimin yang sah di negeri kita ini? maka akan banyak dari saudara-saudara kita atau yang terbanyak dari kita kaum muslimin akan menjawab, iya, boleh, karena itu adalah hak kita sebagai rakyat untuk menuntut kepada pemimpinnya, ini yang mereka ucapkan. Tapi kaum muslimin sekalian, kalau kita mencari jawabannya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apa yang beliau ajarkan kepada kita di dalam Islam, justru akan kita dapati jawaban yang berbeda, di mana beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan:

..bepergian ke negeri kufur..

Tidak diperbolehkan seseorang bepergian ke negeri kufur kecuali dengan tiga syarat, yaitu:

1. Memiliki ilmu yang dapat menolak syubhat-syubhat mereka, karena orang-orang kafir selalu melontarkan kepada kaum muslimin syubhat-syubhat seputar agama, Rasul dan akhlak mereka dalam setiap kesempatan agar seseorang itu tetap ragu dan bimbang (tentang Islam).

.::Syair & Nanah::.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, "Dan penya'ir-penya'ir itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap-tiap lembah, dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakannya)?” (Asy-Syu'araa: 224-226). 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu a’nhu. berkata, 

"Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 'Lebih baik dada seseorang dipenuhi nanah hingga menyesakkan paru- parunya daripada dipenuhi sya'ir’." (HR Bukhari [6155] dan Muslim [2257]).

sumber: Larangan Berlebihan Menggemari Sya'ir Hingga Memalingkannya Dari Ilmu dan Al-Qur'an*
3 Wasiat Agung dari Rasulullaah shallallaahu 'alaihi wa sallam

Dari Abu Dzar rodhiyallaahu 'anhu , ia berkata: Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadaku:

اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

“Bertakwalah kepada Allaah di mana pun kamu berada. Ikutilah perbuatan jelek dengan perbuatan baik niscaya kebaikan akan menghapusnya dan pergaulilah manusia dengan budi pekerti yang mulia.”

(HR. At-Tirmidzi dalam Sunannya, Kitabul Birri Washshilah, hadits no. 1987. At-Tirmidzi mengatakan: Hadits ini hasan shahih. Asy-Syaikh Al-Albani menghasankan dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)

Senin, 24 Juni 2013

Dari Mu’awiah Radhiallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam berdiri diantara kami lalu bersabda :

“Ketahuilah bahwa umat sebelum kalian dari golongan ahli kitab berpecah-pecah menjadi 72 firqoh/golongan, dan sesungguhnya umatku sampai dengan hari kiamat nanti akan terpecah menjadi 73 firqoh/golongan, 

dimana dari 73 golongan ini, yang 72 golongan terancam neraka dan hanya satu golongan yang menjadi ahli surga. 

Ketika para sahabat bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang siapa golongan yang hanya satu itu, 

Rasulullah menjawab: “AL JAMA'AH'', YANG AKU DAN PARA SAHABATKU ADA DI ATASNYA/BERPIJAK PADA SUNNAHKU''. (SHAHIH, Riwayat Ahmad, Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albani)

Minggu, 23 Juni 2013

Syaikh DR. Sholih bin Fauzan al-Fauzan mengatakan:

“Ibadah itu tauqifiyah, maknanya ia tidak disyari’atkan sedikit pun kecuali dengan dalil dari al-Qur’an dan Sunnah. Dan apa pun yang tidak disyari’atkan dianggap bid’ah yang tertolak, sebagaimana sabd
a Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam: 

“Barang siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami maka tertolak.” 

Maknanya, amalan tersebut ditolak dan tidak diterima bahkan ia berdosa karenanya, sebab amalan (yang tidak diperintahkan) tersebut termasuk kemaksiatan, bukan ketaatan.”

[Lihat Aqidatut Tauhid oleh Syaikh DR. Sholih bin Fauzan al-Fauzan hlm. 54]

--> dari sini kita pahami bahwa untuk menetapkan suatu amalan tertentu sebagai sebuah ibadah atau bukan, HARUS berdasarkan dalil bukan dengan perasaan hati, akal atau ilham, bukan pula dengan kira-kira maupun prasangka belaka

==

sumber : http://alghoyami.wordpress.com/2011/04/16/memahami-ibadah-rukun-rukun-dan-syarat-syaratnya/

salafi vs aswaja

perbedaan salafi dan aswaja sebenarnya simple saja, seperti anda ingin membeli sebuah barang, 

ketika anda datang ke toko salafi, maka si penjual akan menjawab semua pertanyaan anda dengan dalil dan pemahaman yang shahih, 

sementara jika anda bertanya ke toko aswaja, maka anda akan disuguhkan data2 dari 'cerita si fulan', kata guru saya, kata kyai saya dan sejuta 'dalil' yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya,

kalau tahu begini,

masihkah kita bertanya dan mengambil ilmu dari mereka ?



toko salafi...dagangannya orisinil, import langsung dari pabrikannya 

toko aswaja... dagangannya banyak yang sdh dimodifikasi orang lokal



mereka (aswaja) mengklaim bahwa mereka adalah ahlus sunnah wal jama'ah (aswaja), padahal amalan2 yang mereka lakukan bukanlah sunnah, bahkan menyelisihi sunnah


perbedaanya dalam tata cara ibadahnya,

salafi = ittiba (mengikuti) kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam

aswaja = ittiba kepada guru, kyai, habib <-- dimana mereka melakukan amalan2 bersandarkan pada hadits lemah, palsu, bahkan dari mimpi

Minggu, 09 Juni 2013

Menghalalkan,berarti asalnya yaitu haram

MUSIK

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِى أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ ، وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ ، يَأْتِيهِمْ – يَعْنِى الْفَقِيرَ – لِحَاجَةٍ فَيَقُولُوا ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا . فَيُبَيِّتُهُمُ اللَّهُ وَيَضَعُ الْعَلَمَ ، وَيَمْسَخُ آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Sungguh, benar-benar akan ada di kalangan umatku sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan ALAT MUSIK. Dan beberapa kelompok orang akan singgah di lereng gunung dengan binatang ternak mereka. Seorang yang fakir mendatangi mereka untuk suatu keperluan, lalu mereka berkata, ‘Kembalilah kepada kami esok hari.’ Kemudian Allah mendatangkan siksaan kepada mereka dan menimpakan gunung kepada mereka serta Allah mengubah sebagian mereka menjadi kera dan babi hingga hari kiamat.”
HR.Bukhari 

Jika dikatakan Menghalalkan , berarti asalnya yaitu haram


tahlilan

.::Tahlilan::.

Bolehkah menghadiri acara ini yasinan atau tahlilan untuk mendoakan orang yang telah mati ?

Jawaban kami untuk pertanyaan ini adalah tidak boleh menghadirinya. Karena hal ini tidak dituntunkan oleh Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dan para sahabatnya. Kecuali jika dia hadir dalam rangka menjelaskan kemungkarannya, lalu meninggalkannya. Anggapan bahwa itu sebagai aktualisasi dari kebaikan anak yang shalih untuk orang tua, tidak lantas bisa dijadikan legitimasi bagi amalan ini. Karena cara mewujudkan bakti kepada orang tua yang sudah meninggal telah dijelaskan caranya-caranya dalam Islam seperti memohon ampun atau menyambung tali silaturrahim dengan teman dekatnya

Begitu juga klaim, bahwa acara ini sebagai tradisi semata, tidak bisa dijadikan sebagai alasan untuk memperbolehkan amalan ini. Karena faktanya mereka yang melakukan itu berharap pahala dari Allâh Ta'ala ketika melaksanakannya bahkan disebagian tempat orang yang tidak melaksanakannya dianggap tidak mau melaksanakan sunnah. Bukankah ini berarti ibadah ?

Padahal yang namanya ibadah harus berlandaskan dalil. Kalaupun dianggap sebagai tradisi, maka dalam Islam, tradisi itu boleh dipertahankan selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Sementara yasinan yang mereka klaim sebagai tradisi ini ternyata menyelisihi agama Islam yang telah sempurna yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallâhu 'Alaihi Wasallam.

Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda :

"Barangsiapa yang membuat suatu yang baru dalam ajaran kami
yang tidak berasal darinya, maka perkara itu tertolak."[1]

[1] HR Bukhâri dan Muslim