Selasa, 05 Juni 2012


~ Hakikat mencela waktu, sama saja dengan mencela Allah! ~

Bismillaah,

"Senin...Senin... Kenapa musti ada Senin. Selalu bawaannya Bete! Huh!"
"Sepertinya Hari X ini adalah hari sialku"
"Ojo nikah, Ndhuk. Pan bulan Syuro"
"Ojo nikah tanggal segitu, nanti kamu kualat lho"

Ketahuilah ya Akhawaatii, mencela waktu/zaman itu adalah tabi`at nya kaum Musyrik!
Mereka menyatakan bahwa yang membinasakan dan mencelakakan mereka adalah waktu.

Coba lihat, Allaah saja mencela perbuatan mereka ini.

Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa (waktu)", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS. Al Jatsiyah [45] : 24).

Jadi, mencela waktu adalah sesuatu yang tidak disenangi oleh Allaah. Itulah kebiasan orang musyrik dan hal ini berarti kebiasaan yang jelek.

”Allah ’Azza wa Jalla berfirman,’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang.” (HR. Muslim no. 6000)

Mencela waktu itu ada 3 tipe,
Pertama; jika dimaksudkan hanya sekedar berita dan bukanlah celaan, kasus semacam ini diperbolehkan. Misalnya ucapan, ”Kita sangat kelelahan karena hari ini sangat panas” atau semacamnya. ”Ini adalah hari yang amat sulit." (QS. Hud [11] : 77)

Kedua; jika menganggap bahwa waktulah pelaku yaitu yang membolak-balikkan perkara menjadi baik dan buruk, maka ini bisa termasuk syirik akbar.

Ketiga; jika mencela waktu karena waktu adalah tempat terjadinya perkara yang dibenci, maka ini adalah haram dan tidak sampai derajat syirik. Tindakan semacam ini termasuk tindakan bodoh (alias ’dungu’) yang menunjukkan kurangnya akal dan agama

Hakikat mencela waktu, sama saja dengan mencela Allah karena Dia-lah yang mengatur waktu, di waktu tersebut Dia menghendaki adanya kebaikan maupun kejelekan. Maka waktu bukanlah pelaku. Tindakan mencela waktu semacam ini bukanlah bentuk kekafiran karena orang yang melakukannya tidaklah mencela Allah secara langsung. –Demikianlah rincian dari beliau rahimahullah yang sengaja kami ringkas-

Semoga Allah memberi taufik untuk menjaga lisan ini dari murka-Nya.

Sumber: rumaysho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar